Minggu, 08 April 2018

PERENCANAAN SERTA PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA DAN DESTINASI WISATA

Kolaborasi dan Kemitraan dalam Pariwisata

Kemitraan seringkali dihubungkan dengan kolaborasi karena pada dasarnya memiliki pengertian yang sama, yaitu hubungan kerja sama antara 2 atau lebih perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuan yang sama. Kemitraan dan kolaborasi merupakan hal yang tidaklah jarang untuk ditemui pada masa kini, hal ini dianggap lebih menguntungkan dan lebih memudahkan diantara kedua atau lebih pihak yang saling ketergantungan ini.

Kemitraan dan kolaborasi ini ternyata juga sangat membantu dalam hal pariwisata. Dalam hal ini pihak-pihak yang saling berkolaborasi dan tentunya bermitra kerja bersama, akan menghasilkan keuntungan yang lebih dibanding yang bekerja sendiri, baik itu institusi maupun perusahaan. Kolaborasi dan atau mitra kerja tentunya juga akan menghasilkan kualitas pelayanan dan produksi yang lebih baik disbanding bekerja sendiri atau tunggal.

Kemitraan dan kolaborasi dalam pariwisata tentunya menyinggung tiap aspek yang ada, seperti ekonomi, social, hingga lingkungan. Hal ini terbukti dari semakin baiknya kualitas yang dihasilkan baik itu pelayanan maupun produk, maka akan semakin besar pula pendapatan atau penghasilah yang diterima, semakin banyak tawaran kerja yang diberikan bagi kalangan masyarakat, dan tentunya dengan terbukanya lapangan kerja semakin lingkungan itu diubah sedemikian rupa untuk memaksimalkan pekerjaan kedepannya.

Pariwisata dalam uu no.10 tahun 2009 tentang kepariwisataan berarti ‘berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah’ oleh karena itu kolaborasi ataupun mitra kerja sekali lagi sangat mempengaruhi terwujudnya layanan yang berkualitas, baik itu akomodasi, trasportasi, hingga jasa makan dan minumnya. Hubungan ini dapat dilihat dari tersedianya infrastruktur yang baik menuju suatu destinasi khususnya daya tarik wisata, adanya jasa penginapan yang dekat dengan suatu daya tarik wisata, dan tentunya tersedianya lokasi makan dan minum bagi para wisatawan nantinya.

Kemitraan dan kolaborasi secara signifikan dapat kita lihat pada kolaborasi kerja antara perusahaan swasta yang mengelolah suatu daya tarik wisata misalnya Gowa Discovery parkdengan pemerintah yang akan menyediatan infrastruktur berupa kemudahan akses menuju ke daya tarik wisata tersebut. Bubungan kemitraan juga nampak pada Transtudio Makassar dengan Bank Mega, dalam hal ini wisatawan dapat menikmati tiap wahana dengan menggunakan studio pass sebagai alat untuk transaksi yang disediakan oleh Bank Mega.

Pendidikan Sebagai Teknik dalam Perencanaan dan Pengelolaan Pariwisata

Pendidikan tidak hanya didapatkan di lingkup sekolah melainkan bisa berada di manapun termasuk di suatu daya tarik wisata. Pendidikan yang dimaksud dalam pariwisata yaitu banyaknya informasi yang diberikan kepada wisatawan selama berada di daya tarik wisata tersebut. Dalam memberikan pendidikan perlunya media untuk menghasilkan informasi kepada wisatawan. Informasi yang diberikan biasanya dalam bentuk guide, guidebook maupun petunjuk arah bagi pengunjung. Media informasi tersebut memberikan kemudahan wisatawan dalam memperoleh informasi yang diperlukan terhadap daya tarik wisata itu. Hal tersebut dapat digunakan sebagai teknik dalam penrencanaan pariwisata dan pengelolaan pengunjung karena informasi tersebut menghasilkan hubungan terhadap pengunjung.

Proses dalam memperoleh informasi dapat menjadi akivitas bagi pengunjung untuk dapat lebih interaktif terhadap suatu objek. Seperti contoh guide di Museum yang bertugas memberikan informasi kepada pengunjung tidak hanya memberikan informasi umum, tetapi informasi tersebut harus bersifat pendidikan serta menghasilkan interaksi aktif kepada pengunjung. Proses penyajian informasi kepada pengunjung tergantung kepada interpretasi dari penyedia informasi (guide) terhadap objek yang akan dijelaskan.

Interpretasi dapat diartikan sebagai pemaknaan terhadap suatu hal untuk memberikan informasi yang lebih kepada orang lain. Interpretasi tersebut dapat berupa menjelaskan mengenai objek yang bergerak, penjelasan mengenai ilustrasi dari media baik gambar elektronik maupun cetak dan penjelasan menggunakan gerak tubuh (bodylanguage). Sehingga untuk unsur pendidikan pada suatu objek memerlukan media, baik secara formal maupun informal untuk menyalurkan informasi tersebut sampai kepada pengunjung melalui suatu interpretasi yang baik. Maka dari itu dalam perencanaan dan pengelolaan suatu daya tarik wisata, wisatawan tidak hanya memperoleh pengalaman yang unik tetapi harus juga membawa pulang pengetahuan selama berada di sebuah destinasi.

 

Regulasi Diri (Self Regulation)

Regulasi diri (Self regulation) adalah suatu peraturan-peraturan yang ditetapkan di suatu instansi, destinasi ataupun daya tarik wisata yang di dalamnya terdapat pedoman hukum berupa kode etik. Kode etik adalah suatu bentuk aturan yang tertulis, sistematis dan sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada. Ketika dibutuhkan, kode etik tersebut dapat difungsikan sebagai alat atau panduan dalam pemberian sanksi mengenai tindakan yang secara umum dinilai menyimpang atau melanggar kode etik tersebut. Kode etik atau regulasi dalam pariwisata ini ditujukan kepada pengunjung atau wisatawan, industri pariwisata atau pengelola, dan masyarakat.

Kode etik yang dibuat harus disesusaikan atau diklasifikasikan masing-masing kepada siapa peraturan tersebut ditujukan atau diterapkan. Seperti kode etik yang ditujukan kepada pengunjung atau wisatawan yang berkunjung ke suatu destinasi atau daya tarik wisata. Sebagai contoh,  wisatawan dilarang membuang sampah di dalam area daya tarik wisata, tidak boleh menyentuh apalagi mengambil barang yang ada di daya tarik wisata, adanya batasan umur untuk masuk kesuatu daya tarik wisata, sehingga apabila peraturan atau kode etik ini dilanggar maka pengunjung akan medapatkan sanksi atau denda sesuai kode etik yang ditetapkan. Beberapa contoh di atas harus dipatuhi oleh pengunjung.

Kode etik yang ditujukan kepada pengelola seperti mengutamakan keamanan dan kenyamanan pengunjung. Seorang pengelola juga harus dapat mengoptimalkan dampak positif dari pembangunan suatu industri pariwisata misalnya industri perhotelan, limbah dari hotel tersebut harus dapat dikelola dengan baik agar dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang dapat ditimbulkan. Kode etik ini harus diterapkan seorang pengelola agar tercipta pariwisata yang bukan hanya dinikmati pada saat ini akan tetapi juga ke masa yang akan datang. Kode etik yang ditujukan kepada masyarakat lokal yang tinggal di suatu daya tarik wisata seperti tidak boleh merusak kawasan atau lahan serta habitat flora dan fauna yang berada disuatu daya tarik wisata.

Apabila pengunjung, pengelola dan masyarakat dapat mematuhi atau menerapkan etika atau kode etik tersebut serta dapat menjalin kolaborasi yang baik dan sejalan dengan kode etik yang sudah ditetapkan maka hal ini dapat menciptakan parwisata yang berkelanjutan (sustanable tourism).

 

Tata Kelola Destinasi atau DMO (Destination Management Organization)

Pengembangan pariwisata perlu direncanakan dengan matang  agar mencapai tujuan yang dinginkan yaitu pariwisata yang berkelanjutan. Hal ini memicu para peniliti pariwisata mencoba  mencari atau menemukan pemecahan masalah tersebut sehinggga muncul konsep DMO. DMO merupakan sistem pengelolan pariwisata terpadu yang memilki kelengkapan dari sebuah sistem. DMO   bertanggung jawab atas kooordinasi dan penggambungan dari beberapa elemen pariwisata dan manajemen pemasaran pariwisata.

Sebelum memahami lebih lanjut mengenai DMO maka perlu terlebih dahulu memahami  management detination dan management marketing. Mill dan Morrrison (2012) mengatakan bahwa “Destination management is the coordination and integration of all element of the detination mix and particular geographic area  the attraction and event,  fasilities (hotels, restaurant, etc). Ini berarti Destination management adalah sebuah lingkup dari pariwisata yang saling koordinasi dan bergabung agar terealisasinya kegiatan pariwisata.

Destination marketing merupakan salah satu komponen penting dalam DMO. DMO bisa dikatakan berhasil apabila berhasil menarik wisatawan atau pengunjung untuk datang ke wilayah yang telah di promosikan. DMO bertanggung jawab atas semua aspek yang berkaitan dengan pariwisata dan promosinya  ini juga didukung oleh pernyataan Marison, 2012  bahwa tugas DMO adalah sebagai berikut:

Sebagai pemimpin dan mengkoordinasi (Leadership and coordination)Sebagai perencana dan peneliti(Planning and research)Sebagai pengembang (Produk development)Sebagai pemasar dan mempromosi(Marketing and Promotion)Kemitraan dan pembangunan tim (Partnership and theam –building)Hubungan masyarakat (Commmunity relation)

 Dilihat dari tugas dan tanggung jawab DMO, sangat bagus apabila konsep DMO bisa diimplementasikan di suatu wilayah atau Destinasi maka akan sangat memungkin Destinasi tersebut akan berkembang pesat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hotel Terbaik Di Lampung - Swiss-Belhotel Lampung                                                                              Swiss-B...